TEKNIK BERBICARA DAN BERSIKAP DI DEPAN
PUBLIK
Oleh : Angelina Sondakh, SE
PENDAHULUAN
Bicara dan mengungkapkan pikiran pada
orang adalah karunia terbesar yang diberikan
Tuhan pada manusia. Hanya manusia yang
mampu berkomunikasi secara jelas tentang
apa saja yang ingin disampaikan pada
orang lain. Itu yang membuat manusia menjadi
ciptaan yang memiliki kelebihan
dibanding ciptaan Tuhan lainnya. Kambing misalnya bisa
mengembik dan harimau mengaung. Namun
tetap mereka makhluk hidup yang tidak bisa
membangun peradabannya seperti hidupnya
manusia. Kelebihan itupula yang membuat
manusia bisa menjalin komunikasi dalam
rentang zaman yang panjang sampai sekarang.
Dalam literatur yang ada, tekhnik
berbicara sudah dipelajari sejak zaman Yunani dan
Romawi kuno.
Di zaman-zaman itu, tekhnik berbicara
menjadi alat yang penting yang harus dipelajari
orang. Dalam literatur yang ada, ilmu
itu dikenal dengan ilmu retorika. Ilmu ini sama
tuanya dengan kelahiran manusia dimuka
bumi. Pada masa itu retorika dipakai sebagai
salah satu alat elit kerajaan
mempertahankan kekuasaannya dari musuh-musuh yang ada.
Artinya selain perang, kerajaan juga
membentengi kepentingannya dengan membayar
ahli-ahli retorika dalam menghadapi
ancaman musuh. Musuh yang kerap
mempersengketakan tanah pada kerajaan
yang ada. Dan biasanya diselesaikan dalam
ruang debat yang dihadiri oleh massa
yang begitu banyak. Persis seperti arena
pertandingan tinju. Yang paling unggul
dan menang adalah pihak yang terampil dalam
ilmu retorika. Itu artinya yang
memenangkan perkara tidak pada salah benarnya suatu
kasus. Namun yang menang yaitu pihak
yang paling cerdas bersilat lidah. Itu karena saat
itu orang belum kenal dunia pengacara
seperti zaman kita sekarang.
Pada perang dunia kedua, sang orator
ulung yang berpangkat kopral naik menjadi kaisar
Jerman karena kepiawaiannya dalam
berbicara. Kopral itu bernama Hitler. Kata-katanya
bahwa ; “ setiap gerakan besar di
dunia ini dikembangkan oleh ahli-ahli pidato dan bukan
oleh jago-jago tulisan”. Atau dalam
bahasa Jerman Jede grosse Bewegung auf dieser
Erde verdankt ihr Wachsen den grosseren
Rednern und nicht den grossen Screibern. Dan
masih dalam bicara, ditemukan 75%
aktifitas yang dihabiskan manusia sehari-hari yaitu
aktifitas komunikasi. Dale Carnegie
punya penilain tersendiri pada aktifitas komunikasi ini. Menurutnya,
seseorang yang terpelajar dan kurang ajar sangat bisa di nilai dari
bicaranya.
Bicara lagi-lagi memiliki peran penting
yang harus dipelajari. Bicara tidak saja
menunjukan identitas bangsa seseorang.
Namun bicara juga sangat penting mengukur
karakter seseorang. Sebaiknya orang
mencocokan tutur bahasanya dengan pantas, baru ia
mau mencocokan pantas tidaknya pakaian
yang ia kenakan. Bicara memang adalah bakat
bawaan setiap orang. Namun ketrampilan
bicara dengan baik dan benar membutuhkan
latihan tersendiri.
LATIHAN BICARA
Masih di zaman SM (Yunani dan Romawi),
menjadi orator ulung butuh kerja keras yang
tidak mudah. Mereka harus menyediakan
uang yang banyak untuk mendapatkan ilmu
retorika dari guru-guru terkenal. Dan
karena itu mempelajari ilmu itu hanya bisa
diperoleh oleh orang-orang tertentu.
Atau hanya kasta tinggi atau elit-elit kerajaan yang
bisa memperoleh ilmu retorika secara
berkualitas. Aristoteles yang dikenal filosof salah
satu yang tidak tuntas mempelajari ilmu
retorika akibat beratnya biaya yang harus
dibayar pada guru-guru ilmu retorika
yang ada pada zaman itu. Di zaman itu juga banyak
dari para orator ulung yang harus
belajar berpuluh-puluh tahun di gua yang dibuat demi
mendalami ilmu retorika secara dalam.
Mereka terpaksa mengisolasi diri demi
paripurnanya ilmu itu saat turun dari
gua nanti. Mereka belajar berolah vokal mulai dari
intonasi suara hingga gerak-gerik dan
mimik wajah di selaraskan dengan suara yang ada.
Itu dilakukan secara terus-menerus
hingga memakan waktu berpuluh-puluh tahun di gua.
Hasil yang diperoleh selama upaya itu
sangat luar biasa. Mereka turun dari gua dengan
menguasai kota-kota dan kerajaan dengan
keahlian retorika secara mengagumkan.
Di era modern banyak sekali tokoh-tokoh
yang karirnya cemerlang karena kemampuannya
menyampaikan pemikirannya secara
mengesankan pada publik. Salah satu sample
kesuksesan itu adalah presiden Amerika
Serikat John F. Kennedy yang mampu meredam
emosi kaum kulit hitam pada saat ia
menyampaikan pidatonya dalam suasana duka kaum
kulit hitam terhadap matinya tokoh
kulit hitam Marthen Luther King karena dibunuh oleh
kaum kulit putih. Massa kaum kulit
hitam yang sedang antipati menjadi reda’ saat
mendengar pidato Kennedy. Kennedy mampu
meredakan emosi kaum kulit hitam karena
kebencian mereka pada tindakan kaum
kulit putih itu. Presiden AS itu mengucapkan
belasungkawa dan apresiasi pada
perjuangan kemanusiaan Marthen Luther King sebagai pahlawan
kemanusiaan. Dia berpendapat bahwa apa yang telah dilakukan oleh
Marthen
Luther King adalah sebuah upaya untuk
mengajarkan tentang betapa pentingnya
menghargai kemanusiaan ditengah-tengah
heterogenitas bangsa Amerika untuk melawan
diskriminasi rasial yang ada pada zaman
itu.
Pidato John F . Kennedy itu tercatat
sebagai orator ulung karena ia sendiri berkulit
putih. Dan kerumunan yang penuh emosi
dan kebencian para kaum kulit hitam itu segera
berubah memuja Kennedy. Massa pun
pulang dan bubar secara baik-baik setelah
mendengar pidato presiden Kennedy yang
menyentuh nurani mereka semua. Itu contoh
dari kesuksesan seorang orator atau
pembicara yang mampu membaca emosi dan
perasaan audiensnya.
Kembali pada kefasihan bicara yang
mutlak dimiliki para pemimpin. Belajar untuk bisa
menyampaikan gagasan kita pada orang
tak perlu lagi seperti pada masa lampau. Jika
pada masa Aristoteles belajar retorika
begitu susah. Dimana kita harus tidur di gua yang
dikelilingi oleh binatang buas seperti
ular dan harus digigit nyamuk yang sangat
berbahaya. Dan juga hanya bisa
dipelajari oleh orang-orang berpunya dan berkasta
kebangsaan. Maka ilmu itu kini dapat
dipelajari oleh siapa saja. Dan kita tidak perlu
harus menginap di gua. Namun kita cukup
punya kemauan dan mau belajar ilmu ini
dengan benar dan sungguh-sungguh saja.
Dan ilmu ini tidak lagi menjadi milik
sekelompok orang saja. Atau milik
penguasa atau politisi. Namun para entrepreneur juga
membutuhkan ilmu ini dalam mempengaruhi
orang lain. Jadi ilmu ini tidak saja sebagai
alat mempengaruhi rakyat bagi para
politisi dan pemerintah . Namun juga beguna bagi
para pelaku bisnis dalam memasarkan
produknya pada konsumen.
Singkatnya, para orator, pembicara
hebat yang pernah kita kenal pasti pernah belajar
ilmu ini. Dan dari mereka itu banyak
cara yang dipakai dalam membantu kefasihan
mereka berkomunikasi, baik sebagai
pribadi dengan pribadi maupun dengan audiens atau
massa. Salah satu cara yaitu berlatih
di depan cermin atau ruangan yang tidak
mengganggu orang lain secara terus
menerus. Hollingsworth di dalam bukunya yang
berjudul The Psychology of the Audience
punya kiat dalam mempengaruhi audiens
tertarik pada apa yang kita sampaikan.
Perhatian harus dipertahankan dengan
membangkitkan minat khalayak.
Dianjurkan untuk menyisipkan cerita lucu, penggunaan
bahasa yang baik dan hal-hal lain yang
bisa menimbulkan tambahan perhatian.
KIAT MENGATASI KEPANIKAN KOMUNIKASI
Tidak jarang sikap gugup atau demam
panggung dialami seseorang dalam presentasi atau
ceramah yang ia sampaikan. Mereka yang
mengalami masalah itu datang dari siapa saja.
Tidak saja pada orang-orang biasa.
Namun pada mereka yang terbiasa berbicara atau
berpidato pun bisa mengalami demam
panggung. Penyakit itu dikenal dengan nama
penyakit kepanikan komunikasi (KK).
Dalam teori mereka mungkin bisa berbicara lancar
pada waktu biasa. Atau tidak gugup
bicara di depan teman-teman sendiri. Namun pada
saat bicara di depan khalayak banyak
penyakit demam panggung ini baru muncul. Contoh
KK dalam membacakan ayat suci seorang
calon menantu di depan mertuanya. Sang
menantu tak bisa membaca ayat pendek
karena gugup. Itu karena ia tahu calon
mertuanya ingin mengetahui kesalehan
calon mantunya. Stress itulah yang juga dialami
oleh para musisi yang ingin show dan
atlet sebelum bertanding. Kecemasan
berkomunikasi itu ada beberapa macam.
Dan dalam diagnosis ilmu kecemasan komunikasi
dikenal dengan beberapa istilah. Yang
pertama stage fright (demam panggung). Kedua,
speech anxiety (kecemasan bicara).
Ketiga, performance strees atau yang lebih umum
strees kerja. Dan gejala-gejala ini
yang dirasakan orang-orang itu. Berikut untuk
mengetahui gejala-gejala itu
sebagaimana disebutkan dibawah ini;
1. Detak jantung yang cepat
2. telapak tangan atau punggung
berkeringat
3. napas terengah-engah
4. mulut kering dan sukar menelan
5. ketegangan otot dada, tangan dan
kaki
6. tangan atau kaki bergetar
7. suara bergetar dan parau
8. berbicara cepat dan tidak jelas
9. tidak sanggup mendengar atau
konsentrasi
10. lupa atau ingatan hilang.
Gejala- gejala yang bisa merusak
presentasi dan ceramah kita itu harus bisa dihilangkan.
Dalam banyak kasus kegagalan seorang
pembicara yang tidak mendapat respon audiens
dikarenakan penyakit itu. Dan dalam
menghilangkannya pun tidak semudah membalik kan
telapak tangan. Ada yang mengatakan
belajar presentasi dengan baik sama dengan orang belajar menyetir
mobil. Saat dilepas oleh gurunya mobil bisa dijalankan sesuai
petunjuk
setelah ia belajar. Namun dalam kasus
orang bawa mobil pasti ditemui rem tiba-tiba
secara mendadak. Dan sudah pasti bagi
yang baru bisa bawa mobil pasti akan lebih parah
daripada mereka yang sudah lancar 100%.
Dalam konteks menghilangkan penyakit
itu dibutuhkan cara dan tekhnik yang tepat
dengan memperkaya wawasan dan keilmuan
serta latihan ilmu retorika secara intensif.
Rudolp E Busby dan Randall E. Majors
dalam Basic Speech Communications memberikan
beberapa resep untuk mengatasi
ketegangan pada saat kita mengalami demam panggung
yang sama sebelum berbicara di depan
umum. Mengatasi detak jantung yang cepat
dengan tekhnik relaksasi dalam
mengendurkan otot-otot Anda. Tangan dan kaki yang
bergetar harus disiasati dengan
menggoyang-goyangnya secara perlahan-lahan. Beberapa
tips ini juga bisa ditambah dengan
memancing respon audiens terlebih dahulu dengan
sapaan atau dengan bahasa pembuka yang
ringan. Jangan lupa tanamkan keberanian dan
senyumlah pada audiens dan tarik napas
panjang-panjang sebelum berbicara. Dan harus
segera secara cepat memancing para
hadirin sebelum berbicara.
PENUTUP
Bicara yang tepat dan benar serta
diterima audiens harus dimiliki oleh setiap orang yang
ingin presentasinya bisa diterima
publik. Seorang pembicara harus tahu bagaimana
mengetahui kemauan audiens. Emosi dan
karakter audiens juga penting diketahui
terlebih awal sebelum pembicara itu
memulai menjelaskan pemikirannya pada audiens
yang dihadapi. Yang juga tak kalah
penting gagasan pembicara. Gagasan pembicara
sangat mencerminkan kredibilitas yang
disandangnya. Sebaiknya hindari gagasan –gagasan
atau pemikiran diluar kompetensi kita.
Seorang dokter tak pas bicara ilmu diluar
kompetensinya pada audiens. Konstruksi
berpikir audiens tentang seorang dokter tak bisa
dimanipulasi. Dan dokter ini
kemungkinan akan gagal menarik simpati para audiens untuk
mendengar pidato atau ceramah sang
dokter tersebut. Atau audiens akan ngantuk dan
malas mendengarnya.****
0 Komentar